Thursday, November 25, 2010

It Is All About Existence

Tulisan kali ini a little bit formal, but enjoy it.


Human facilitation, listening, and existence.

Tiga kata ini mengusik saya akhir-akhir ini. Karena tiga kata itu masuk ke dalam mata perkuliahan saya. Sebagai ilmu sosial, tentu komunikasi harus membahas bagaimana memahami diri kita dan memahami orang lain. Memang sepertinya ilmu ini dianggap “gampang” dan tidak keren, karena tidak sesulit pelajaran ilmu farmasi tentang obat-obatan, ilmu teknik tentang hitung-menghitung, apalagi ilmu kedokteran.

Tetapi, memahami ilmu bagaimana manusia harus berinteraksi, bersosialisasi, dan melebur dengan orang lain tidaklah gampang. Dan menurut saya sangat mengasyikkan, dan sangat “saya”.

Seminggu yang lalu, saya mengikuti ujian tengah semester (UTS). Sebagai mahasiswa yang normal, keinginan belajar yang meningkat hanya pada saat ujian berlangsung juga saya alami. Dan pada saat itu saya baru memahami benar apa isi perkuliahan tiga bulan ke belakang (jadi waktu kuliah kemana aja?).

Yang pertama, human facilitation. Yaitu, bagaimana orang lain mempengaruhi prestasi seseorang. Benar saja, ketika tidak ada orang lain, apakah ada keinginan kita untuk lebih maju? Apakah ada keinginan untuk berkompetisi? Disadari atau tidak, perbuatan dan perilaku orang lain saat mempengaruhi kita untuk melakukan sesuatu. Bukan dalam artian “mengikuti”, tetapi untuk menunjukkan bahwa dirinya juga mampu. Ketika saya memahami teori ini, tiba-tiba saya jadi memahami perilaku-perilaku saya, perilaku orang di sekitar saya, dan perilaku orang-orang di luar lingkungan saya.

Yang kedua, listening. Mendengarkan. Masuk ke dalam mata kuliah Komunikasi Antar Persona, materi ini dijelaskan dengan asyik oleh dosen garang saya, Ibu Moer. Ada satu kalimat beliau yang benar-benar “ngena” dan terngiang-ngiang di telinga saya, yaitu,“Listening sangat susah. Sangat susah untuk mencoba untuk mendengarkan dengan baik dan diam, positive thinking, dan tidak membalasnya dengan berbicara sembarangan, ketika keinginan eksistensi seseorang sangat tinggi”.

Benar saja, siapa yang tidak ingin dinggap eksis? Siapa yang tidak ingin dianggap ada? Bagaimana seseorang bisa dianggap ada jika bahkan dia tidak pernah bicara? Jika ia hanya diam dan mendengarkan? Padahal, ada quote yang mengatakan “Saya menemui beberapa orang sukses, dan ternyata mereka adalah pendengar yang baik”. Lalu bagaimana?

Dan... Saya belum menemukan jawaban penyelesaian dari semua tanda tanya besar saya ini. Ada yang bisa membantu?

No comments:

Post a Comment