Friday, November 26, 2010

Need The Right Answer

Hanya menyadari betapa dangkalnya pengetahuan saya tentang iman dan agama.

Besar di lingkungan non-islam saya jadikan penyebab dari hal tersebut. Didikan keluarga mungkin juga menjadi salah satu penyebabnya. Tetapi saya sangat tidak mau menyalahkan that-perfect-family-who-i-loved-so-much itu. Mungkin kesalahan terjadi karena karena jiwa nakal saya saja yang tidak mampu menerima didikan mereka dengan baik dan benar.

Pindah ke lingkungan yang mayoritas Islam membuat saya menyadari kesalahan besar itu. Berbaur dengan teman-teman, yang alhamdulillah, memiliki iman yang kuat, membuat saya terbawa dengan aura itu juga. Tetapi, juga membuat saya menyadari betapa banyaknya kekurangan saya tentang agama. Betapa sedikitnya pengetahuan yang saya miliki.

Kejadian beberapa hari yang lalu benar-benar membuktikannya. Ketika saya mendapat mata kuliah Agama Islam. Which is, sangat berbeda dengan pelajaran agama ketika SMA dulu. Lagi-lagi karena disana agama saya hanya minoritas. Semua orang seolah-olah menyepelekannya.

Presentasi membahas tentang “Kerukunan Antar Umat Beragama”. Di salah satu bahasannya, dijelaskanlah bagaimana kontroversi jika seorang muslim mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama lain. Ternyata, di dalam Islam, hal tersebut dilarang.

Rasanya saya ingin tertawa. Dan merasa bodoh pada waktu yang bersamaan. Bagaimana bisa saya tidak mengetahui hukum tersebut? Lalu bagaimana dengan selama ini? Ucapan-ucapan saya kepada lingkungan di Bali ketika mereka merayakan Galungan, Nyepi, dan lain-lain. Bagi saya sendiri, ucapan-ucapan itu berfungsi sebagai alat toleransi. Menghargai perbedaan. Meskipun saya berbeda, tetapi saya ingin menunjukkan bahwa saya masih ada di “dalam” mereka.

Seketika saya ingin marah. Lalu bagaimana saya selanjutnya?

Dosen saya menceritakan pengalamannya ketika Hari Natal tiba. Dia sengaja tidak datang ke kantor ketika hari itu datang. Katakanlah ia sembunyi. Sembunyi agar teman-teman umat Kristiani tidak tersinggung jika ia tidak mengucapkan selamat. Lalu apakah saya harus seperti itu? Sembunyi dari lingkungan, dari teman-teman di Bali, dan berpura-pura tidak menyadari? Beliau yakin, teman-temannya berwawasan luas dan mengetahui hukum Islam tersebut, sehingga mereka bisa memakluminya. Tetapi, apakah teman-teman saya? Let me tell you, menulis postingan ini membuat saya merasa sedang membuat dosa, tetapi rasanya juga seperti sedang berteriak kencang.

Bagi orang-orang nomor satu, seperti presiden, mereka mendapat previllege. But what about me?

And then I figured out the answer. Saya menyimpulkan penjelasan Pak Muadib (dosen saya), dan dari jawaban Vina (i trust her), bahwa ternyata Allah mengijinkan jika kita niat kita hanya untuk menjalin silaturahmi. Allah melarang jika kita merasa senang ketika hari itu datang, dan ikut merayakannya. Lumayan melegakan. Tetapi saya butuh jawaban yang benar-benar detail. Saya butuh jawaban yang bisa “menyadarkan” saya.

Yang saya yakini, Allah membuat perintah dan larangan, dimana dibalik setiap titah-Nya itu, ada alasan dan tujuan yang baik dan besar untuk menuntun umat-Nya. Semoga saya bisa memaknainya dengan benar.

Bismillah...

Kata orang, kalo mau mendapatkan sesuatu, kita harus fokus. Harus musatin semua pikiran kita ke satu kata itu. Pusatin semua energi, sugesti, doa, mimpi, dll, ke satu titik. Dan yang saya ingin dapatkan sekarang adalah:

BEASISWA

Ya Allah... Saya pengen dapet mimpi ini. Sugesti dari mimpi-mimpi yang bisa saya dapat waktu yang lalu, kadang bikin saya sangat optimis. Tetapi, waktu noleh lagi ke realita, ke kenyataan bahwa bukan cuma saya yang pengen, dan bukan cuma saya satu-satunya orang di angkatan orang yang pintar, keoptimisan itu lenyap. Membuat seluruh tenaga buat fokus hilang lagi.

But I’m really craving for that, Allah. Saya mau ngebanggain mereka yang udah nunggu saya di sana. Mereka yang udah berkorban banyak supaya saya bisa ada di sini sekarang. Saya ga tau, memang ada perubahan pada diri saya atau tidak. Yang jelas, untuk meminta barang-barang tambahan, saya merasa sangat tidak berani. Bukan tidak berani, tapi malu. Saya merasa, sudah waktunya saya mendapatkan barang-barang itu sendiri, dengan kemampuan saya. Dan saya ga pengen semua itu cuma bullshit, saya benar-benar ingin membuatnya menjadi kenyataan. Bagaimanapun caranya. Dan mungkin memang sudah waktunya saya keluar dari comfort zone saya. Membuka pikiran, dan optimis, bahwa saya bisa melakukan itu semua, hingga mendapatkan THAT DREAM.

Some Pics In Surabaya



from left: Julek, Me, Sekar and Vina. Had some walk in break session. Actually there was Iyak and Arni too, hihi. Sorry yak, ni :p





Three photos from here, is when me and Galuh had a little photo session in my room. Thanks, Gal!




Me and Galuh at Indie Clothing Expo. Such a crowded event, too many people joined it. But, very amazed!


My new fellas! Yes, i feel comfort with them. Julek, Vina, Sekar, Iyak, Arni, Rissa. I like being with you guys <3>
With the sisters! Being with them, makes me feel like home. Mbak Wina, Mbak Elin, Mbak Nita, love youu!

At DBL Arena watched NBL Indonesia. Denny Sumargoooo!

At CCCL with Marissa, Iyak, and Dhea. There was some photography exhibition. I've told you, Surabaya have so many art buildings. With interesting event.


Me and Iyak. This girl is cute. And she always be my good guide, for everything.

Me and Nisa. We are best friend from junior high school. And now, we are kost-mate! Haha


This is my first walk in Surabaya. Met up with girls who now be a friend to play with. We come from different faculties. From left, Marissa from Dentistry, Iyak with me, Dhea from State Administration, Niken from Faculty of Medicine (wohooo!), and Dita from Dentistry. And Nisa who took this picture. Sometimes when we have free time, we still frequently meet, and share some stories.

There was a piece of my story in this new town. They who made me start feel comfortable. And I just want all of it could always makes me feel just like home.

Thursday, November 25, 2010

It Is All About Existence

Tulisan kali ini a little bit formal, but enjoy it.


Human facilitation, listening, and existence.

Tiga kata ini mengusik saya akhir-akhir ini. Karena tiga kata itu masuk ke dalam mata perkuliahan saya. Sebagai ilmu sosial, tentu komunikasi harus membahas bagaimana memahami diri kita dan memahami orang lain. Memang sepertinya ilmu ini dianggap “gampang” dan tidak keren, karena tidak sesulit pelajaran ilmu farmasi tentang obat-obatan, ilmu teknik tentang hitung-menghitung, apalagi ilmu kedokteran.

Tetapi, memahami ilmu bagaimana manusia harus berinteraksi, bersosialisasi, dan melebur dengan orang lain tidaklah gampang. Dan menurut saya sangat mengasyikkan, dan sangat “saya”.

Seminggu yang lalu, saya mengikuti ujian tengah semester (UTS). Sebagai mahasiswa yang normal, keinginan belajar yang meningkat hanya pada saat ujian berlangsung juga saya alami. Dan pada saat itu saya baru memahami benar apa isi perkuliahan tiga bulan ke belakang (jadi waktu kuliah kemana aja?).

Yang pertama, human facilitation. Yaitu, bagaimana orang lain mempengaruhi prestasi seseorang. Benar saja, ketika tidak ada orang lain, apakah ada keinginan kita untuk lebih maju? Apakah ada keinginan untuk berkompetisi? Disadari atau tidak, perbuatan dan perilaku orang lain saat mempengaruhi kita untuk melakukan sesuatu. Bukan dalam artian “mengikuti”, tetapi untuk menunjukkan bahwa dirinya juga mampu. Ketika saya memahami teori ini, tiba-tiba saya jadi memahami perilaku-perilaku saya, perilaku orang di sekitar saya, dan perilaku orang-orang di luar lingkungan saya.

Yang kedua, listening. Mendengarkan. Masuk ke dalam mata kuliah Komunikasi Antar Persona, materi ini dijelaskan dengan asyik oleh dosen garang saya, Ibu Moer. Ada satu kalimat beliau yang benar-benar “ngena” dan terngiang-ngiang di telinga saya, yaitu,“Listening sangat susah. Sangat susah untuk mencoba untuk mendengarkan dengan baik dan diam, positive thinking, dan tidak membalasnya dengan berbicara sembarangan, ketika keinginan eksistensi seseorang sangat tinggi”.

Benar saja, siapa yang tidak ingin dinggap eksis? Siapa yang tidak ingin dianggap ada? Bagaimana seseorang bisa dianggap ada jika bahkan dia tidak pernah bicara? Jika ia hanya diam dan mendengarkan? Padahal, ada quote yang mengatakan “Saya menemui beberapa orang sukses, dan ternyata mereka adalah pendengar yang baik”. Lalu bagaimana?

Dan... Saya belum menemukan jawaban penyelesaian dari semua tanda tanya besar saya ini. Ada yang bisa membantu?

Saturday, November 20, 2010

This New Town, Quite Amazing

Eeeeww. Sekian lama ga nge-post. Karena ga sempet, ga ada sarana, ga mood juga. Akhirnya sekarang kesempatan nge-post datang juga. Hehehe

Let me tell you, some of my stories lately. This is one of it.

A month ago, I went to House of Sampoerna with my college friends, Iyak, Rissa, and Sekar. Tujuan awalnya sih karena nemenin Iyak ngunjungin pameran fotografi "Kawah Ijen Warriors" yang diadain di sana buat nambah poin sistem magang Airlangga Photography Society, which is sebelumnya saya jg daftar tp akhirnya nyerah. Well, i’m not into it.
Excited juga karena udah ngebayangin gmn klasiknya gedung itu dan gimana bagusnya kalo difoto. Gara-gara sebelumnya uda ngunjungin pameran foto jg di CCCL yang keren banget, jadi udah ada bayangan.
Nyampe sana ternyata benerlah bayangan saya. Gedung dan interiornya klasik banget. Saya paling suka interior yang auranya "emas". Elegan.
Here it is some pics I could take with my-blackberry-camera (hmmm), but don't underestimate it, you could still enjoy it right?









Setelah ngeliat ke-WOW-an didalem museumnya. Entah itu arsitektur, foto-foto pendiri Sampoerna, pabrik rokoknya, gimana buruh-buruh itu bikin rokok, yang kyknya waktu melinting rokok itu buruh kyk lagi diforward 4x, kerjanya superduper cepet.

Kita lanjut ke bagian Gallery tempat pameran fotonya diadain. Ini dia foto-fotonya.













And, a little bit narcissism ;)








Eewww. Gimana mau tahan ya sama keren foto-fotonya, gimana interior galerinya, karena lagi-lagi didalamnya art banget, mau ga mau kita harus dokumentasi dong yaa. Sampe akhirnya capek sendiri sama sesi "dokumentasi" itu, kita mutusin buat pulang. Di jalan pulang, di daerah sekitar HOS, banyak banget gedung-gedung tua yang ga kalah keren. Ternyata kata Rissa, daerah sana memang kumpulan gedung tua. Langsung terkagum-kagum liat jalan. Jalan disana juga lebar, bersih, dan waktu itu ga macet alhamdulillah. Salutnya karena gedung-gedung disana dirawat dan dijadiin cagar budaya. Beda sama di Bali, jarang nemuin gedung-gedung tua yang dirawat kayak gitu.


Tiba2 mulai ngerasa cinta Surabaya. Ternyata Surabaya ga cuma "kelebihan" mall aja, tapi masih banyak bangunan2 tua yang mendidik, menghibur, dan bikin kita terkagum-kagum. Jd optimis, suatu saat nanti, Surabaya pasti as homey as Bali. Surabaya pasti bisa ngasi kenyamanan. Entah itu sesuatu, atau seseorang. Tapi pasti keduanya.

A Note From Sekar

Banyak orang yang merindukan untuk menyayangi seseorang
Bahkan mereka merasakan itu,
di saat mereka masih sibuk menyembuhkan luka hatinya.

Atau bahkan mereka tetap merindukan orang yang sama,
orang yang membuat luka itu.

Yah, walaupun orang itu membuat sakit yang sungguh luar biasa menyesakkan hati
Tapi tetap saja merindukan masa-masa bersamanya.

Cinta memang sekilas terlihat menyakitkan,
atau mungkin memang slalu berakhir menyakitkan?
bahkan orang yang sudah kita jaga sepenuh hati juga tega melukai.

Is it love? Maybe yes but i dont think so.
Love is so beautiful.

Tapi saya tidak menyangkal
untuk menemukan love yang memang true love
Kita harus menemui yang namanya sakit hati terlebih dulu.

Kadang sesuatu yang pernah retak lebih bisa untuk menjaga agar yang lain tidak retak juga.
Kadang sesuatu yang pernah sakit akan menjaga yang lain supaya tidak sakit.

Dan mungkin bukan kadang
tapi memang sesuatu itu harus merasakan kesedihan
agar ia bisa merasakan kebahagian
dan membuat yang lain tidak merasakan kesedihan lagi.

Hati kita berkali-kali akan merasakan kesakitan
yang lebih sakit sebelumnya
Dan pada setiap sakit itu kita selalu menjanjikan agar hati kita tidak sakit lagi.

Mungkin ini hanya sebuah siklus
yang memang kita tidak menyadari
bahwa kita ada di dalamnya.

Hati kita akan merasakan jatuh cinta
lalu sakit hati jatuh cinta lagi
dan lalu sakit hati.
Hingga kita merasa putus asa
dan merasa sangat sakit ,
lebih sakit.
Ingatlah karang yang ada di tepi pantai.
Karena ombak yang menampar ,
karang itu menjadi bertambah keras
dan menjaga daratan setelah karang itu tidak merasakan sakitnya deburan ombak itu.

Ingatlah bagaimana pedang itu dibuat.
Bahannya dari logam yang sebenarnya tidak keras ,
mungkin saat cair ia tidak memberikan manfaat.
Logam itu lalu di tempa dengan api yang membara dan tentu sangat panas,
di pilin sehingga terbentuk sangat indah dan lalu di tempa lagi hingga sangat kokoh .

Cairan logam yang semula terlihat lemah
akan menjadi sangat kokoh
walaupun dalam prosesnya harus merasakan tampaan yang panas.

Hal yang sama pun juga sedang terjadi pada diri kita,
walaupun hati kita di tempa oleh kesakitan,
percayalah itu akan membuat hatimu kokoh pada akhirnya.

Jangan takut ketika hatimu
di ukir oleh retakan yang rasanya sakit,
Jangan takut kamu tidak bisa
menemukan cinta ketika hatimu kembali retak,
Jangan takut ketika kamu
merasa hatimu tak sanggup menerima luka lagi,

Karena retakan-retakan itu
membuatmu mengerti bagaimana cinta yang sesungguhnya.

Karena retakan-retakan itulah
membuatmu mengerti bagaimana
menjaga hati yang lain agar tidak merasakan keretakan yang sama.

Karena retakan-retakan itulah
membuatmu menemukan keseimbangan cinta.
Karena retakan-retakan itulah
kamu tidak menyakiti hati kekasihmu.

Just believe Allah always protect you
Forget the pain,
Ready for the great love guys!

this note is special for you, maybe u cant forget every moment u ever had in the past, but u can refresh ur heart wit a better love. . Just believe in Allah babes!

Yap. I’m copying Sekar’s note on facebook, which she said, she made it for me, for my story I have told her. How sweet she is, right?

I feel relieved when I read it. Feels like I am lightened. I dont know. I’ve heard so many words, so many advices from all my best.

So I trust them, and I trust on Allah.