Showing posts with label My Tought. Show all posts
Showing posts with label My Tought. Show all posts

Tuesday, February 8, 2011

How Far Media Could Affect Us

Menurut saya, hampir tidak ada yang bisa menyangkal pernyataan ini. Entah kenapa saya suka dengan topik pembicaraan ini, hingga saya pernah menjadikannya topik dalam dua tugas Teknik Penulisan Ilmiah saya semeseter kemarin.

Gimana berpengaruhnya media terhadap penikmatnya. Gimana berpengaruhnya otak dari produser media itu terhadap otak pembacanya. Katakanlah yang kita bicarakan ini media cetak. Gimana idealisme dari koran yang anda baca mempengaruhi pola pikir anda terhadap pemerintah, politik, negara, dan lain-lain. Oke terlalu berat. Contoh yang paling simple yang baru saya alami. Yaitu, gimana gaya hidup penulis mempengaruhi rancangan anda tentang masa depan. Memang terdengar simple. Tetapi coba bayangkan seberapa kuat karakter penulis ini sampai bisa mempengaruhi pola pikir anda. Artinya dia memiliki sesuatu yang tidak bisa disepelekan bukan?

Membaca dua novel karya Ika Natassa, entah kenapa membuat saya merasa ada suatu kemiripan antara saya dengannya. Berlebihan, ya. Atau mungkin pikirannya bisa dengan mudahnya masuk ke pikiran saya, sehingga mempengaruhi bagaimana pandangan saya tentang masa depan nanti. Tapi tentu itu bisa terjadi karena ada kemiripan di dalam otak saya bukan?

Intinya saya suka dengan tulisannya, saya suka dengan pikirannya, saya suka Ika Natassa. Mungkin karena penulis yang ‘bukan hanya penulis’, maksud saya dengan latar belakang wanita karirnya. Jadi tulisannya bukanlah tulisan yang mendayu-dayu. Can I say that’s just like me? Saya suka menulis, tapi saya pikir saya tidak mempunyai bakat dalam merangkai kata-kata indah. Dan sejauh ini saya hanya menemukan kesamaan ini di Ika Natassa. Membuat saya mengharapkan masa depan dimana nanti saya bisa menjadi penulis berkarakter dan wanita karir yang sukses. Dengan keluarga yang sempurna tentunya. Amiiiiiin.

P.S: Menulis postingan ini sambil membaca novel dari Ika Natassa while listening to Prambors, with cooling-down-song. Another heaven.

Thursday, February 3, 2011

Pikirkan Baik-Baik

Kepo itu bagus ngga sih?

Udah pada tahu artinya kepo? Jadi ternyata, kepo itu artinya mau tahu urusan orang lain.

Sama yang kayak saya alamin akhir-akhir ini. Mau tauuu aja gimana hidupnya orang lain. Buat apa ya sebenarnya? Buat ngebandingin hidup kita sama dia? Buat ngebandingin seberapa hebat dia?

Sejauh hasilnya bagus buat motivasi kita ya ga apa-apa. Nah tapi kalo hasilnya malah bikin kita ga-mau-kalah sama dia? Dan maksa supaya harus seperti dia? Mati-matian maksa keadaan sekitar kita biar sama seperti dia, gimana?

Nulis postingan ini nyadarin saya sendiri sebenarnya.

Love what you have now. God always knows how to make it balance.

Sunday, January 30, 2011

Heaven For Me

Talking about heaven. I just wanna tell you my definition about what heaven is.

For me, heaven are:


When me and my family sit at the dining room after having breakfast, lunch, or dinner. And then we talk about everything, that called quality time. We share about anything about what we think that time.


When I listen to favorite songs while browsing, blogging, or any online surfing about what I interest at.


When I listen to the music that could cooling me down, when I get mad. Listen to something jazzy.


When I have a quality time with my bestiest, and that time I realized what a sister means, eventhough we’re not born in a same family.


When I came to place that called “a little heaven”. I mean a place that really really beautiful. And you can feel what the meaning of peace there.


Heaven is when... shopping time! Hahaha shop till you drop, and your money never get drop too! Haha. Heaven for every girl.


With boyfriend. Hmmm. Heaven in when you stare at his eyes, and found what love is. Talking about everything without any pressure. Without any “gap”. For me, his smartness, his knowledge about everything around the world are heaven too.

Friday, December 3, 2010

Self Discrepancy

Terkadang membohongi diri sendiri itu menyenangkan dan bermanfaat.

Membohongi diri bahwa kita kuat, bisa, mampu bertahan, di tengah masalah-masalah, omongan-omongan orang, tekan-tekanan dari luar menjadikan hal tersebut seperti tembok penghalang ketika badai-badai itu datang. Karena dengan begitu, kebohongan itu akan menjadi sugesti bahwa kita memang bisa, dan akhirnya menjadi kenyataan.

Tetapi sebenarnya juga terdengar seperti lari dari kenyataan. It called self discrepancy. Fokus kepada diri sendiri dan mencoba melupakaan keadaan sekitar yang mendorong kita untuk berubah.

Dan selama ini bisa dibilang saya menggunakan trik itu ketika menghadapi masalah-masalah. And it works. Ketika kita sudah merasa kuat dengan pembohongan-diri sendiri itu, kita bisa datang lagi menghadapi badai-badai itu dengan jiwa yang sudah berubah kuat, sehingga mereka pun akan kalah. At the end, everythings are gonna be okay.

PS: Setelah membuat tulisan ini, saya iseng-iseng membuka akun facebook saya, dan terkaget-kaget ketika membuka profil Set, sahabat SMP saya, dan menemukan tulisan yang hampir sama. What a coincidence! Ternyata saya dan Set se-satu-pikiran itu. Hihi, love you Set!

Friday, November 26, 2010

Need The Right Answer

Hanya menyadari betapa dangkalnya pengetahuan saya tentang iman dan agama.

Besar di lingkungan non-islam saya jadikan penyebab dari hal tersebut. Didikan keluarga mungkin juga menjadi salah satu penyebabnya. Tetapi saya sangat tidak mau menyalahkan that-perfect-family-who-i-loved-so-much itu. Mungkin kesalahan terjadi karena karena jiwa nakal saya saja yang tidak mampu menerima didikan mereka dengan baik dan benar.

Pindah ke lingkungan yang mayoritas Islam membuat saya menyadari kesalahan besar itu. Berbaur dengan teman-teman, yang alhamdulillah, memiliki iman yang kuat, membuat saya terbawa dengan aura itu juga. Tetapi, juga membuat saya menyadari betapa banyaknya kekurangan saya tentang agama. Betapa sedikitnya pengetahuan yang saya miliki.

Kejadian beberapa hari yang lalu benar-benar membuktikannya. Ketika saya mendapat mata kuliah Agama Islam. Which is, sangat berbeda dengan pelajaran agama ketika SMA dulu. Lagi-lagi karena disana agama saya hanya minoritas. Semua orang seolah-olah menyepelekannya.

Presentasi membahas tentang “Kerukunan Antar Umat Beragama”. Di salah satu bahasannya, dijelaskanlah bagaimana kontroversi jika seorang muslim mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama lain. Ternyata, di dalam Islam, hal tersebut dilarang.

Rasanya saya ingin tertawa. Dan merasa bodoh pada waktu yang bersamaan. Bagaimana bisa saya tidak mengetahui hukum tersebut? Lalu bagaimana dengan selama ini? Ucapan-ucapan saya kepada lingkungan di Bali ketika mereka merayakan Galungan, Nyepi, dan lain-lain. Bagi saya sendiri, ucapan-ucapan itu berfungsi sebagai alat toleransi. Menghargai perbedaan. Meskipun saya berbeda, tetapi saya ingin menunjukkan bahwa saya masih ada di “dalam” mereka.

Seketika saya ingin marah. Lalu bagaimana saya selanjutnya?

Dosen saya menceritakan pengalamannya ketika Hari Natal tiba. Dia sengaja tidak datang ke kantor ketika hari itu datang. Katakanlah ia sembunyi. Sembunyi agar teman-teman umat Kristiani tidak tersinggung jika ia tidak mengucapkan selamat. Lalu apakah saya harus seperti itu? Sembunyi dari lingkungan, dari teman-teman di Bali, dan berpura-pura tidak menyadari? Beliau yakin, teman-temannya berwawasan luas dan mengetahui hukum Islam tersebut, sehingga mereka bisa memakluminya. Tetapi, apakah teman-teman saya? Let me tell you, menulis postingan ini membuat saya merasa sedang membuat dosa, tetapi rasanya juga seperti sedang berteriak kencang.

Bagi orang-orang nomor satu, seperti presiden, mereka mendapat previllege. But what about me?

And then I figured out the answer. Saya menyimpulkan penjelasan Pak Muadib (dosen saya), dan dari jawaban Vina (i trust her), bahwa ternyata Allah mengijinkan jika kita niat kita hanya untuk menjalin silaturahmi. Allah melarang jika kita merasa senang ketika hari itu datang, dan ikut merayakannya. Lumayan melegakan. Tetapi saya butuh jawaban yang benar-benar detail. Saya butuh jawaban yang bisa “menyadarkan” saya.

Yang saya yakini, Allah membuat perintah dan larangan, dimana dibalik setiap titah-Nya itu, ada alasan dan tujuan yang baik dan besar untuk menuntun umat-Nya. Semoga saya bisa memaknainya dengan benar.

Bismillah...

Kata orang, kalo mau mendapatkan sesuatu, kita harus fokus. Harus musatin semua pikiran kita ke satu kata itu. Pusatin semua energi, sugesti, doa, mimpi, dll, ke satu titik. Dan yang saya ingin dapatkan sekarang adalah:

BEASISWA

Ya Allah... Saya pengen dapet mimpi ini. Sugesti dari mimpi-mimpi yang bisa saya dapat waktu yang lalu, kadang bikin saya sangat optimis. Tetapi, waktu noleh lagi ke realita, ke kenyataan bahwa bukan cuma saya yang pengen, dan bukan cuma saya satu-satunya orang di angkatan orang yang pintar, keoptimisan itu lenyap. Membuat seluruh tenaga buat fokus hilang lagi.

But I’m really craving for that, Allah. Saya mau ngebanggain mereka yang udah nunggu saya di sana. Mereka yang udah berkorban banyak supaya saya bisa ada di sini sekarang. Saya ga tau, memang ada perubahan pada diri saya atau tidak. Yang jelas, untuk meminta barang-barang tambahan, saya merasa sangat tidak berani. Bukan tidak berani, tapi malu. Saya merasa, sudah waktunya saya mendapatkan barang-barang itu sendiri, dengan kemampuan saya. Dan saya ga pengen semua itu cuma bullshit, saya benar-benar ingin membuatnya menjadi kenyataan. Bagaimanapun caranya. Dan mungkin memang sudah waktunya saya keluar dari comfort zone saya. Membuka pikiran, dan optimis, bahwa saya bisa melakukan itu semua, hingga mendapatkan THAT DREAM.