Tuesday, May 10, 2011

God Had Chosen Our Way

“Ternyata udah setahun yang lalu ya masa-masa PMDK Umum dan SNMPTN, tetek bengek perkuliahan itu.”

Lagi asik-asik makan bareng temen-temen kuliah. Sekalian, yah bisa dibilang merayakan keberhasilan Vina, my beauty bestiest, setelah menang lomba Presenter Jawa Pos yang diadain waktu Campus Expo kemarin. Proud of her by the way. Oh how I wish I could be as perfect as her.

Back to topic. Berawal dari telfon dari Ganda, pacarnya Vina, yang cerita ke Vina kalo dia mau pindah ke jurusan teknik industri dari jurusannya yang sekarang, teknik mesin di Institut Teknologi Sepuluh November. Ngomongin pendaftaran yang udah hampir berakhir dan blablabla.

Tiba-tiba kami juga langsung mengalihkan topik ke snmptn ini. Yang ga terasa udah setahun berlalu. Gimana beratnya fase ini. Fase yang menjadi gerbang awal masa depan kami. Bisa dibilang fase dimana hidup mati, jungkir balik, nangis darah, segala jerih payah benar-benar dikeluarkan waktu menghadapi tahap ini.

Jadi, bagi adik-adik yang mau masuk perkuliahan tahun ini, cuma mau bilang ke kalian, saya tahu banget rasanya. Apalagi sekarang jalur pmdk ditiadakan, cuma ada jalur snmptn. Saya bisa ngebayangin gimana beratnya. Tapi, tidak usah disesali, percayalah kalo ini udah best way yang dikasi Tuhan ke kita. And we’ve already given our own way by God. Maybe you just only haven’t found it yet.

Seakan flashback ke tahun lalu, muncullah cerita-cerita gimana susahnya waktu jaman-jamannya tes dulu. Ternyata bukan saya saja yang mengalami gimana berat, sedih, dan mengharukannya. Everyone’s has their own stories. Would you mind if i share mine?

Komunikasi Unair. Entah kenapa saya sudah memantapkan diri di pilihan ini. Sejak kelas 2 SMA. Mungkin di saat teman-teman lain belum memantapkan atau bahkan belum memikirkan pilihan kuliahnya nanti. Mulai saat itu saya mulai mencari berbagai informasi tentang jurusan ini, tentang kampus ini. Berbagai macam opini pula yang saya dapatkan, entah itu positif, atau bahkan negatif. Sempat terpengaruh juga untuk memilih jurusan lain, tapi ternyata seluruh energi berkontradiksi dengan pengaruh-pengaruh itu karena mungkin sudah terpusat di jurusan ini.

Kuliah di Surabaya, jauh dari orang tua. Ya, memang. Resiko ini sudah saya pikirkan. Hidup dan menghadapi segala masalah sendiri. Tapi, somehow, saya yakin saya bisa menjalaninya. Apalagi, ini kota dimana saya lahir. Jadi bukan lagi tempat yang benar-benar asing bagi saya.

Mulailah saya menyusun berbagai strategi untuk bisa masuk di universitas ini. Unair menyediakan empat jalur masuk bagi mahasiswa baru. Jalur prestasi, PMDK Umum 1, SNMPTN, dan jalur PMDK umum 2. Saya sudah bertekad untuk mengikuti semua jalur yang disediakan, dengan tujuan tadi, saya hanya ingin masuk di universitas ini, dan kuliah di kota ini. Mengesampingkan berbagai tes masuk di universitas-universitas unggulan dan bergengsi lainnya, saya benar-benar mengerahkan tenaga dan pikiran penuh untuk tes masuk disini saja. Tes masuk lain yang saya ikuti hanya jalur PMDK Universitas Udayana, yang notabene di Bali, jurusan psikologi.

Perjuangan dimulai. Tes pertama yang saya ikuti adalah tes PMDK jalur prestasi unair. Dengan daya tampung untuk Ilmu Komunikasi, hanya delapan orang. Tapi tetap berangkat dengan optimis. Namun, ternyata, yah mungkin belum jodoh disini, saya belum diterima.

Tes kedua, jalur PMDK Unud, jurusan psikologi. Dengan persiapan yang tidak cukup matang, saya menghadapi tes ini. Karena bukan prioritas utama juga, akhirnya saya hanya menjalaninya “sekedar” saja. Pengumuman hasil ujian ini cukup lama, hampir bersamaan dengan tes masuk pmdk umum. Disinilah dilema saya muncul.

Alhamdulillah, saya ternyata diterima di fak. psikologi Universitas Udayana. Tenggat waktu pembayaran fakultas ini, adalah sampai sehari sebelum pengumuman hasil tes PMDK Umum 1. Jika saya membayar, dengan dana yang tidak sedikit, tentu akan berpikir dua kali jika ternyata saya diterima di Unair dan harus membayar lagi. Bukan tidak mungkin saya batal masuk Unair, karena saya telah “memilih” Unud terlebih dahulu. Tapi, jika saya tidak membayar Unud, dan ternyata tidak diterima di unair, bisa dibilang, masa depan saya lenyap, karena saya membuang kedua-duanya.

Benar-benar dilema, kacau, stres, you name it lah. Mencari masukan-masukan dari sana-sini. Dengan sifat saya yang sangat mudah dipersuasif, semakin gila-lah saya. Akhirnya, setelah berdebat dengan Bapak, Ibu, akhirnya saya memutuskan untuk membayar Psikologi, karena tidak ingin mengambil resiko jika gagal diterima unair. Bayangan-bayangan tentang komunikasi sirna dan kacau balau. Sempat membayangkan, jika tahun depan saja saya mencoba lagi untuk masuk ke komunikasi, dan sebagainya-dan sebagainya.

Malam harinya kakak saya datang. Saya yang masih dilema, kembali mempertanyakan keputusan saya kepadanya. Dan... I really have to thank to him. Karena dia-lah sekarang saya bisa kuliah di universitas ini.

Jadi, dia datang dan memberi sangat banyak masukan jika-maka. Berbagai kemungkinan, berbagai sudut pandang. Mungkin itu obrolan terpanjang kami sepanjang sejarah kami menjadi kakak adik. Sampai hampir dini hari kami berbincang, air mata juga tiba-tiba tak terbendung. Benar-benar seperti membuka hati satu sama lain. Sampai akhirnya dia berkata, “Beranilah berjudi, Tek, beranilah bertaruh. Kalaupun kamu belum diterima di jalur ini, kamu masih bisa berusaha di dua jalur lagi. Percaya aja, kamu pasti bisa. “

Fhhh.. Entah kenapa saya sangat percaya. Tiba-tiba sangat percaya diri. Akhirnya saya kembali mengubah keputusan, untuk melepaskan Unud. Menyiapkan diri jika tidak diterima, menyiapkan diri mengikuti program intensif SNMPTN di GO. Ikhlas.

4 Mei 2010, pengumuman keluar. Kebetulan budhe (bibi) saya bekerja di administrasi Unair, jadi saya bisa menanyakan hasilnya kepada beliau. Di samping saya juga tidak berani menghadapi kenyataan, melihat hasil online-nya sendiri.

“Adek, namanya tidak ada, belum diterima sekarang. Tidak apa-apa ya, dicoba lagi nanti.”

Mau menangis pun, rasanya saya sudah ikhlas. Seperti saya bilang tadi, saya pun menyiapkan diri untuk habis-habisan di program intensif SNMPTN. Paginya saya berangkat ke GO, untuk les tersebut. Dan menyiapkan mental jika ditanya teman-teman bagimana hasilnya.

Les berjalan seperti biasa, meskipun berat menjalaninya. Ikhlas itu memang sangat berat.

Istirahat. Dan saya iseng bermain ke kelas lain, menanyakan teman seperjuangan saya yang juga ikut tes Unair. Dan dia juga belum diterima. Tiba-tiba saya mendapat telfon dari budhe saya tadi, yang mengatakan, bahwa beliau salah melihat hasil. Katanya, ternyata saya diterima. Siapa yang tidak gemetar?!

Tidak peduli kelas sudah dimulai, saya nekat ke warnet untuk melihat sendiri hasilnya. Dan benar, setalah berkali-kali mengulangi memasukkan nomer ujian, kalimat yang muncul adalah, “SELAMAT ANDA LULUS”.

Alhamdulillaaaaah... Tidak bisa dideskripsikan rasanya. Senang, lega, haru, kaget, semuanya campur aduk. Saya langsung menelpon ibu, bapak, sms teman-teman untuk membagi kabar bahagia ini. Ya Allah... Benar-benar bahagia rasanya.

Dan.. Here I am. Mahasiswi semester dua jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga. COMMERS 2010. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, insyaallah inilah jalan dari masa depan saya.

What I’m trying to tell you, khususnya adik-adik yang sedang menjalani masa-masa berat ini, percayalah bahwa Tuhan, telah memilihkan jalan untuk kamu. Jalannya memang berbeda-beda, arah yang beda, jalan pintas yang beda, bahkan mungkin tujuan yang beda, yang sebenarnya seharusnya disanalah kamu ditempatkan.

Kamu cuma harus percaya pada dirimu sendiri. Percayalah kepada sugestimu, kepada mimpimu. Pusatkan dan kerahkan sugesti itu di satu titik. Insyaallah, energi itu akan membwamu kesana. Kamu pasti pernah mendengar, bahwa hidup berawal dari mimpi bukan?

Tapi jika, kamu tidak “dibawa” Tuhan ke titik itu, dan dibawa ke titik lain, percayalah, bahwa memang disana tempatmu. Memang disanalah seharusnya kamu berada. Kesuksesanmu bukan tidak mungkin, malah akan berkembang di tempat itu. Akan ada alasan-alasan hebat yang muncul, dan membuatmu berkata, “Jika saya kuliah di tujuan saya dulu, saya tidak mungkin bisa sesukses di tempat ini, sekarang.”


Bersama teman-teman komunikasi '10 di acara Communalistic, rangkaian HUT Departemen Ilmu Komunikasi Unair yang ke-23.
ki-ka: Biru, Wilda, Saya, Rissa, Arni

1 comment: